Day 1: Melawan Sakit. [SPECIAL EDITION]

 


For the next day, i will share about self-acceptance journey. 

Hari pertama terlepas dan keluar, melarikan diri dari kenyamanan terbesar. Terlepas dari semua kebohongan, ketulusan mengalir melalui ketikan jemari yang merenggut keaslian diriku. Perjalanan panjang yang memakan jutaan langkah kaki. Terbirit-birit memelintir relung jiwa, memakan manipulasi emosi. 

Langkah pertama adalah terberat untuk dilakukan. Meninggalkan kedua anak kecil yang masih butuh kedekatan dengan sosok ibu. Namun, aku juga mempertanyakan, apakah aku telah menjadi ibu yang baik? Apakah aku sudah menjadi pasangan yang baik? Apakah aku sudah menjadi anak yang baik? Apakah aku sudah menjadi teladan untuk adikku? Ternyata untuk sekarang jawabannya tidak.

Ketika aku merasa dunia melawan, melirik sisi gelapku yang selalu kutunjukkan, begitulah dunia memandangnya, melabeli setiap tindakan sebagai tindakan yang keji. 

Pengakuan adalah hal pertama yang kusumpah serapahi di sepanjang perjalanan menuju suatu tempat. Tempat yang pengap, luruh, lusuh, jauh dari peradaban, tempat bersemedi. Pengakuan diri yang telah begitu beranjak jauh memberi makan si ego, yang tidak tahu bagaimana harus mengontrol si gelap ketika datang. Nafas pendek,tenggorokan tercekat, jantung berdebar, telinga berdengung. 

Apakah aku tidak ragu untuk menuliskan ini? Ragu, karena aku dipenuhi ketakutan oleh diri sendiri. Aku tidak berdaya untuk menjelaskan perasaanku karena aku sudah sering menipu diriku, menipu orang lain, aku mengidap sindrom penipu begitu lama terhadap diriku sendiri. Lalu dengan menuliskan ini apakah aku menyadari? Tentu, sudah lama aku tidak duduk berlama-lama dengan diri, perasaanku, dan aku yang terluka. Kemudian menyatukan mereka ke dalam bait-bait kalimat. Aku ragu untuk mengungkapkan apakah aku memang begini?

Ada dialog yang tidak seharusnya dijalin, yaitu tentang refleksi diri dan evaluasi diri. Tidak harus dijalin untuk pertama kalinya kepada orang lain khususnya pasangan, karena itu bersifat tidak stabil. Namun ketika itu hanya dibicarakan dengan diri sendiri, dampaknya adalah pengenalan emosi. 

Aku tidak pandai dalam menerapkan, tapi aku berusaha. Hari ini adalah perayaan melawan sakit. Sakit yang kubuat sendiri. Sakit yang diciptakan sendiri. Setelah sakit fisik, yang kulawan adalah rasa sakit akibat sakit itu sendiri. 

Apa yang terjadi ketika keluar rumah? tubuhku menggila, mentalku berantakan. Pikiranku tidak karuan, di telinga selalu terdengar rengekan anakku yang bayi, terdengar suara tawa anakku yang pertama. Keduanya saling bersautan, dan ketika aku tertidur, terdengar panggilan 'mama' yang membuatku seketika bangun. Ada rindu? ada, namun hasil keegoisan dan keras kepala sendiri, aku menyiksa diriku, hingga aku bersenandika, berbicara dengan Tuhan, juga.

Begitu banyak pertanyaan yang hendak kujawab, namun tak kunjung satu jawaban pun muncul di permukaan. Pertanyaan yang bermuara pada satu ringkasan,

"sadari bahwa perjalanan ini bukan tentang mencari orang lain untuk menjadi tempat bersandar, bukan lagi tentang mencari sosok yang diidam-idamkan, tetapi ini adalah perjalanan untuk memulihkan diri, bukan untuk mencari cinta lagi."

Komentar

Postingan Populer